Sudah cukup lama umat Islam
Indonesia dan belahan dunia Islam lainnya menginginkan adanya system
perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syari’ah agar dapat
diterapkan dalam keseluruh komponen bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini
pun telah didasari atas kesadaran untuk menyempurnakan Islam secara utuh dan
komprehensiv seperti yang terkandung dalam
surat Al-Baqarah:85
yang artinya:
Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian
yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu,
melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan
pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.
Ayat tersebut telah memperingatkan kita bahwa selama ini kita hanya melaksanakan ajaran Islam ini secara parsial. Dan lebih disayangkan lagi bahwa masih banyak kaum muslim sendiri yang menganggap Islam tidaklah berurusan dengan bank dan uang yang notabenenya kedua unsur itulah yang penunjang utama mereka jika ingin beribadah dan merupakan instrument penting penggerak perekonomian. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika cendekiawan/ekonom justru menganggap ajaran atau syariat-syariat yang dibawa Islam akan menghambat perekonomian dan perekonomian pasti akan berkembang jika dibebaskan dari nilai-nilai normative dan rambu-rabu ilahi.(Na’udzubillah..)
Krisis ekonomi dan keterpurukan
perekonomian yang melanda ekonomi global dan bangsa ini khususnya merupakan suatu bukti nyata bahwa asumsi-asumsi diatas salah total,bahkan ada
sesuatu yang tidak beres dalam system yang dianut saat ini. Tidak adanya
nilai-nilai Ilahiyah inilah yang membuat negri ini menjamur dengan tingkah para
‘perampok berdasi’!!
Sekarang,saatnya para bankir yang
masih mengimani al-qur’an sebagai panduan aktivitasnya telah memperkenalkan
kepada industry keuangan bahwa Islam memiliki prinsip syariah yang kesemua
prinsip telah dilakukan oleh pasar keuangan modern. Terbukti dengan adanya
pertumbuhan yang cukup signifikan tercatat berdasarkan sumber (Wikipedia)
pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia
diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15
persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima
tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan
syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari
tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas
untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia. Sedangkan
di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40
persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi
pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini. sistem
perbankan syariah di Indonesia masih belum sempurna atau masih ada
kekurangannya karena masih berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah
Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank
Indonesia yaitu Bank Indonesia Syariah.
Sekarang saatnya kita tunjukan kepada dunia bahwa
mu’amalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing)
dalam pprofit dan risk, dapat mewujudkan kegiatan perekonomian yang lebih adil
dan transparan. Dan filosofi ini dapat menghilangkan “wabah penyakit negative
spread” dari dunia perbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo dikomentari.. :D