Welcome.. ^,~

Assalamu'alaikum....
Selamat Datang...
Ahlan wa sahlan....
Sugeng Rawuh..

Semoga Tulisan-tulisan ku ini bisa bermanfaat,
yang kelak akan menjadi Amal Jariyah untukku.. :)

Minggu, 04 November 2012

Peran Zakat dalam Membangun Perekonomian Indonesia


 
Krisis ekonomi pada pertengahan 1997, melonjakkan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 50 juta jiwa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17 juta jiwa. Estimasi kemiskinan sampai akhir tahun 2007 memperlihatkan angka yang masih besar, jumlah rakyat yang rentan ekonominya, juga membesar saat dihadapkan pada kebijakan ekonomi makro, misalnya saat ini dengan pencabutan subsidi BBM akhir tahun 2006 lalu yang ikut melejitkan harga-harga bahan pokok hingga saat ini. Tragedi kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial di Indonesia terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Kondisi ini menyebabkan orang-orang miskin menjadi mengenaskan, mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar secara layak seperti makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan kebutuhan-kebuthan dasar lainnya.

Kondisi ini membuat harkat dan martabat orang miskin sebagai manusia terabaikan. Kesenjangan yang semakin melebar antara kelompok kaya dan orang miskin menyebabkan munculnya berbagai masalah, menimbulkan kecemburuan sosial yang kemudian berujung pada konflik sosial. Kondisi kemiskinan itu sendiri menjadi penyebab masalah sosial. Maraknya pemukiman kumuh di daerah perkotaan, dan arus urbanisasi yang kemudian merepotkan semua pihak, terutama Pemerintah Daerah Jakarta. Kondisi kemiskinan juga membuat manusia menjadi kehilangan akal sehat atau nurani kemanusiaannya. Situasi ini, menjadi lahan pengabdian bagi segenap ikhtiar memutus rantai-rantai kemiskinan.

Permasalahan kemiskinan pada dasarnya merupakan fenomena klasik yang hingga saat ini menjadi perhatian utama negara-negara di dunia. Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 2000 mengharapkan seluruh negara yang menjadi anggota PBB dapat mengurangi jumlah penduduk miskin dan kekurangan pangan di masing-masing negara hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015 (Putra, 2006).

Dalam konteks menyikapi perkembangan kemiskinan di Indonesia, pakar kemiskinan Gunawan Sumodiningrat menyatakan, pemerintah Indonesia bisa dikatakan hampir berhasil mengatasi kemiskinan. Disebutkan bahwa selama tahun 1976-1996 jumlah penduduk miskin turun drastis dari 54 juta jiwa atau 40 persen dari jumlah penduduk (1976) turun menjadi 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,3 persen (1996). Krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat hingga 23,4 persen pada tahun 1999, yang merupakan akibat dari banyaknya perusahaan atau sentra ekonomi menghentikan kegiatan ekonomi sehingga bertambahnya angka pengangguran.

Pada tahun 2000, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37 juta jiwa atau sekitar 19 persen, dan mulai turun pada tahun 2002 menjadi 18,2 persen, dan kembali turun menjadi 17,4 persen di tahun 2003. Namun di akhir tahun 2004 terdapat kecenderungan jumlah penduduk miskin meningkat mencapai 54 juta jiwa. (Business News, 7 September 2005:3).

Dalam Islam dikenal beberapa bentuk insentif bagi perekonomian yang sangat unik bagi masyarakat miskin yaitu zakat, infak dan shadaqah. Zakat bersifat wajib, sedangkan infak dan shadaqah bersifat sukarela. Keduanya berperan sebagai instrument pemerataan pendapatan dalam mencapai perekonomian yang berkeadilan. Sedangkan, dalam fiskal konvensional, pajak hingga kini menjadi masih menjadi tulang punggung APBN dalam menghadapi pengeluaran negara. Keduanya, pajak dan zakat merupakan dua ujung tombak pemerataan pendapatan yang selama ini berjalan di Indonesia. (Pikiran Rakyat, 27 Desember 2005)

Berdasar hasil penelitian Pusat Budaya dan Bahasa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004-2005, yang menyebutkan potensi zakat, infak, dan shadaqah setiap tahunnya mencapai Rp 19, 3 triliun. Sedangkan berdasar data BAZ nasional dan daerah serta lembaga amil zakat yang sudah dikukuhkan pemerintah pusat maupun daerah jumlahnya kurang dari Rp 300 miliar per tahun. Dan, pajak masih diusahakan terkait dengan tax ratio-nya. Namun telah dijelaskan terhadap hukum diselenggarakannya pajak, yaitu: “Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu saling makan harta sesamamu dengan cara yang batil...(Qs. An-Nisa:29)

Dari Abul Khair r.a. beliau berkata: “Maslamah bin makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkan tugas penarikan pajak kepada Ruwaifi’ bin Tsabit r.a., maka ia berkata: “Sesungguhnya para penarik/ pemungut pajak(diadzab) di neraka. (HR.Ahmad 4/143, Abu Dawud: 2930) (al-Furqon, 39:2006)

Berdasarkan hal tersebut optimalisasi zakat merupakan potensi strategis untuk menunjang pembangunan perekonomian Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan yang sesungguhnya, yaitu secara lahir dan batin di dalam era modern ini.

Betapa penting peran dan manfaat zakat khususnya dalam hal ekonomi. Peran zakat sangat penting dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi umat. Agar pelaksanaannya dapat efektif sehingga pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum fakir miskin) serta berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle), mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan sendirinya akan terwujud.

G.   Peranan Zakat Terhadap Perekonomian

1.     Zakat sebagai alternatif penanggulangan kemiskinan
Menurut para ulama, yang menjadi sasaran zakat adalah fakir miskin. Zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Dengan istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari golongan orang kaya kepada golongan yang tidak punya kekayaan, berarti pengalihan sumber-sumber tertentu yang bersifat ekonomis. Umpamanya saja seseorang yang menerima zakat bisa mempergunakan untuk memproduksi atau berkonsumsi. Walaupun zakat pada dasarnya ibadah kepada Allah, bisa juga bersifat ekonomi.
Dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat dapat berkembang menjadi konsep muamalat atau kemasyarakatan, yakni konsep tata cara manusia dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam bentuk ekonomi. Apabila kita telusuri turunnya kewajiban zakat, akan dijumpai alasan-alasan yang kuat untuk menghubungkannya dengan konsep kemasyarakatan, bahkan juga kenegaraan. Surah at-Taubah ayat 60 secara rinci membeberkan perihal zakat.

  1. Zakat sebagai alat untuk memerangi masalah riba.
Siapapun orang yang berkutat dengan riba maka cepat atau lambat, mereak akan mengetahui bahwa riba itu akan menggerogoti system perekonomian, mungkin di salah satu sisi menyebabkan riba tersebut menguntungkan namun disisi lain dan pada saat yang sama riba menyebabkan kehancuran dan penindasan, karena itulah Allah dan rasulNya melaknat ke atas pihak-pihak yang terlibat dalam proses perlaksanaan riba. Dengan penyediaan modal bererti tertutuplah pintu sistem pinjaman yang dikenakan riba. Modal daripada zakat itu boleh diberikan kepada fakir miskin yang berhajat untuk membuka sesuatu pekerjaan yang termampu olehnya, sama ada sebagai pemberian hangus atau sebagai pinjaman tanpa faedah.

3.     Zakat sebagai sistem nilai dalam Islam
Pengelolaan zakat dapat diorientasikan pada nilai-nilai Islam yang lebih luas. Konsep lain yang terdapat dalam Alquran adalah mengenai 'Aqobah yang dapat diterjemahkan sebagai The great ascend untuk meminjam istilah ekonomi Robert Heibroner atau pendakian yang tinggi. Maksudnya ialah upaya mengandung tantangan berat, seperti memerdekakan budak, memberi makanan di hari kelaparan, memelihara serta menolong anak yatim, menolong fakir miskin yang dalam kelaparan (lihat surah al-Balad).
Antara konsep 'aqobah birr dan zakat terdapat titik persamaan. Tindakan zakat perlu dilandasi dengan semangat birr yaitu: kamu tidak akan mendapat nilai kebajikan (birr) sehingga kamu membelanjakan dari apa yang kamu cintai (Ali-Imran: 29). Demikian pula suatu tindakan individual atau kolektif (termasuk kebijakan ekonomi) untuk merealisasikan aqobah dapat dilakukan melalui zakat yang dilandasi oleh motivasi birr. Dengan demikian, zakat mengandung makna etis sosial yang luas guna menuju sasaran yang jelas.

4.     Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial
Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengakui hak individu dan hak kolektif masyarakat secara bersamaan. Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan penghasilan) dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, insiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu dalam antara yang kaya dengan yang miskin sebab kesenjangan yang terlalu dalam tersebut tidak sesuai dengan syariah Islam yang menekankan sumber-sumber daya bukan saja karunia Allah, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.

Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran Surah Al Hasyr ayat 7, "Jangan sampai terjadi harta kekayaan itu beredar di kalangan kecil orang-orang kaya." Ini berarti bahwa Islam tidak menghendaki adanya kecenderungan konsentrasi kekayaan pada sekelompok elite masyarakat..
Pada pokoknya Islam mengajarkan tolong-menolong, membebaskan manusia dari perbudakan menegakkan yang baik, dan menghalau segala yang buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Zakat sejalan dengan ajaran-ajaran itu, maka dapat dikatakan secara pasti merupakan salah satu bentuk kongkret bagaimana mencapai nilai-nilai tersebut.
Zakat merupakan komitmen seorang Muslim dalam bidang soiso-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern.

5.     Zakat Sebagai Landasan Sistem Perekonomian Islam
Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan.
Disamping itu, dalam harta yang kita miliki, masih ada hak-hak lain diluar zakat. Dalam sebuah hadits dikatakan : "Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak selain zakat". Tetapi zakat merupakan hak terpenting di dalam harta. Karena itu ia menjadi penyerahan total kepada Allah dalam persoalan harta. Sabda Nabi Muhammad SAW: "Zakat adalah bukti (penyerahan)".
Dalam masalah modal, Islam memiliki prinsip-prinsip tertentu, antara lain: Penumpukan dan pembekuan harta adalah tindakan tidak benar dalam masalah harta. Harta harus dikembangkan dan zakat merupakan pengejawantahan dalam masalah ini. Sebab, modal yang tidak dikembangkan, pemilik tetap berkewajiban membayar zakat. Berarti dia harus mengurangi bagian modal itu setiap tahunnya. Akhirnya akan mengakibatkan semakin menipisnya modal.
Misalnya, seorang memiliki uang lima juta rupiah yang tidak dikembangkan. Dia akan membayar zakat uang tersebut setiap tahunnya sebanyak 2.5 %. Dalam beberapa tahun harta yang lima juta rupiah tersebut, kecuali nishab, pasti akan habis seluruhnya. Karena itu, pemilik modal terpaksa harus mengembangkan hartanya bila ingin menjaga modal agar tidak habis. Sehingga zakatnya dibayar dari keuntungan, bukan dari itu sendiri.
Dengan demikian, sistem zakat menjadikan modal selalu dalam perputaran. Dengan ini pula kita dapat memahami firman Allah: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (Qs. At Taubah:34)"
Selama infaq di jalan Allah ditunaikan, atau sekurang-kurangnya dengan membayar zakat, maka penimbunan harta benda itu tidak akan pernah terjadi. Rasulullah SAW bersabda: "Selama kamu tunaikan zakatnya, maka ia bukan timbunan".
Jadi, tidak mungkin terjadi bersama-sama antara penimbunan dengan zakat. Modal, sebagai modal yang tidak dikembangkan, tidak memiliki keuntungan. Tetapi, di dalamnya ada hak orang lain, yaitu penerimaan zakat. Modal, berhak mendapatkaan keuntungan setelah dikembangkan sebagai imbalan atas kesediaannya menanggung kerugian. Misalnya, dalam satu syarikat mudharabah (usaha bagi hasil) pemilik modal berhak mendapat keuntungan sebagai imbalan kesediaan modal tersebut menanggung kerugian, bila terjadi kerugian. Ini menunjukan perbedaan pokok dalam memandang persoalan harta sebagai modal antara Kapitalisme dan Komunisme di satu pihak dengan sistem Islam di pihak lain.
6.     Zakat sebagai asas sistem fiskal
Zakat merupakan suatu sistem yang cukup lengkap dan mampu merangkumi semua jenis kegiatan ekonomi dan harta. Ringkasnya ia merupakan asas kepada suatu sistem fiskal yang lengkap. Hanya jika jumlah zakat yang dikutip itu tidak mencukupi bagi keperluan negara, maka Islam mengharuskan mencari segala sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah.

Implikasi zakat secara langsung terhadap perekonomian dalam suatu  negara, yaitu :
Pertama, zakat mampu meningkatkan permintaan. Pada dasarnya, zakat diambil dari yang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Distribusi zakat kepada golongan fakir miskin sudah tentu akan dapat menambahkan kemampuan mereka untuk meningkatkan penggunaan (utility) mereka. Hal ini amat jelas sekali karena, pada dasarnya, golongan fakir miskin tidak mempunyai daya permintaan yang tinggi. Pendapatan mereka yang rendah itu sudah tentu tidak mencukupi untuk menampung keperluan hidup mereka. Maka kecenderungan daya beli di kalangan mereka adalah sangat rendah dibanding dengan kecenderungan daya beli di kalangan orang-orang kaya. Dengan yang demikian, zakat yang diterima akan membuat mereka meningkatkan penggunaan mereka terutama bagi barang keperluan. Peningkatan kepada permintaan ini sudah tentu boleh mendorongkan pengeluaran yang lebih terutama bagi barang keperluan.

Zakat merupakan alat yang paling ampuh untuk membantu golongan fakir miskin. Islam, semenjak awal, telah memberi dorongan yang amat kuat untuk penganutnya memberi perhatian sewajarnya terhadap golongan fakir dan miskin.Zakat itu sangat diperlukan perlu untuk pembangunan negara. Negara Brunei Darussalam tidak memberlakukan pajak pendapatan karena pemerintaha/kerajaan di negara terebut sudah mampu menyediakan anggaran untuk keperluan negara. Namun jika suatu negara seperti Indonesia yang masih kekurangan maka Pemerintah boleh mencari sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
7.     Zakat dalam pengembangan potensi ekonomi umat.
Agar pelaksanaannya dapat efektif, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat yang telah ditunjuk oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau Lembaga Amil Zakat).
Betapa penting peran dan manfaat zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW dan pemimpin Islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan orang-perorang semata, tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah (lembaga yang ditunjuk oleh negara), baik dalam proses pemungutan maupun pendistribusian. Oleh karenanya, yang aktif menarik dan mendistribusikan zakat adalah pejabat yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya mereka diberi kewenangan untuk menggunakan “paksaan” seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle), mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan sendirinya akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo dikomentari.. :D