Welcome.. ^,~

Assalamu'alaikum....
Selamat Datang...
Ahlan wa sahlan....
Sugeng Rawuh..

Semoga Tulisan-tulisan ku ini bisa bermanfaat,
yang kelak akan menjadi Amal Jariyah untukku.. :)

Rabu, 14 November 2012

New Year of Hijria


1 Muharram, yang dikenal sebagai TAHUN BARU kaum muslim moment tidak seperti tahun baru Masehi yang sarat dengan Gagap Gempita,Hiruk Pikuk, Keramaian sampai ajang maksiat. 1 Muharram  sarat dengan evaluasi dan muhassabah diri...

1 Muharram Semakin menyadari sebagai hamba yang dhoif, kita melakukan penghitungan terhadap umur kita selama setahun yang telah lewat. Kita koreksi diri kita, kita hisab diri kita, buka kembali pembukuan amal-amal kita, lalu perhatikanlah, mana yang lebih banyak, antara kebaikan kita atau keburukan kita?. Lebih dominan mana antara ketaatan kita atau kemaksiatan kita?. Sudahkah pada tahun yang lewat kita menunaikan dengan baik kewajiban kita sebagai hamba Allah yang mukmin? Atau justru sebaliknya?.
Inilah yang hendaknya kita utamakan didalam mengisi tahun baru ini, menghisab (menghitung-hitung) diri kita sebelum kelak dihisab oleh Allah, sebagaimana dikatakan oleh Sayyiduna Umar bin Khattab:
“ Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah “.

Sebab dengan melakukan muhasabah ini, kita akan dapat mengetahui bagaimana kedudukan kita tersebut. Jika didapat kebaikan yang banyak, maka bersyukurlah kepada Allah atas kemudahan yang telah diberikanNya. Namun jika kemaksiatan meliputi dan mendominasi umur kita, maka beristighfarlah, bertaubatlah dan mengharaplah rahmat dari Allah SWT.
Jika kita terus bersikap demikian, maka perlahan-lahan kita akan dapat memperbaiki kekurangan kita. Setahap demi setahap dan akhirnya menjadi hamba yang bersih dan meningkat kadar keimanannya.

Tetapi, jika kita tidak pernah dan tidak mau melakukan muhasabah pada diri kita sendiri, maka kita tidak akan merasa bahwa kita masih banyak kekurangan di dalam mengabdi kepada Allah. Mungkin ada diantara kita merasa dekat kepada Allah, padahal dia adalah manusia yang paling jauh dariNya. Karena dia tidak pernah melakukan muhasabah (perhitungan) terhadap dirinya. Maka nafsu dan syaitan menipunya dengan mengatakan: “kamu adalah orang yang mulia, dekat kepada Allah, kamulah yang terbaik, sedang orang lain berada dibawahmu, kamu yang paling soleh, paling baik dan seterusnya”, sehingga dengan tipu daya ini dia sama sekali tidak pernah menoleh pada kekurangan dirinya. Apakah dia mengira bahwa dia selalu berbuat amal soleh dan tidak pernah bermaksiat kepada Allah?.
Maka dari itu dikatakan bahwa siapa yang melihat dirinya (memastikannya) dekat kepada Allah, maka ketahuilah bahwa dia jauh dari Allah, siapa yang merasa cukup beribadah maka sungguh sangat kurang ibadahnya, siapa yang merasa sudah ‘alim sehingga meremehkan orang lain maka sungguh telah tampak kebodohannya dan siapa yang tidak pernah menghisab dirinya, maka akan rusak amalnya dan umurnya penuh dengan tipu daya dan belenggu maksiat.

Ishlahun Nafs (memperbaiki diri)

Setelah melakukan muhasabah, dan diketahui berapa kadar kebaikan dan keburukan kita. Maka lakukanlah kemudian Ishlahun Nafs (perbaikan diri), menata kembali diri kita yang sebelumnya banyak kekurangan dan pelanggaran.
Setiap mukmin yang sadar kekurangan dirinya, akan segera memperbaikinya tanpa menunda besok atau lusa. Sebab dia tidak tahu kapan akan mati. Sehingga menunda hal ini adalah suatu yang sangat tercela. Dia khawatir ajal menjemput, sedang dia belum sempat membenahi dirinya dengan ibadah dan ketaatan yang memadai.
Kita semua mengtahui bahwa zaman berlangsung dan bergulir penuh dengan rahasia dan teka teki yang tidak diketahui. Apa yang akan terjadi pada tahun tersebut, hanya Allah yang mengetahui. Maka kita harus berhati-hati dan selalu waspada terhadap zaman yang terus melewati kita yang tidak akan pernah kembali.

Syukur atas Usia yang diberikan Allah

Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada.

Dia telah wafat, menghadap Allah SWT dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.

Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu.

Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

Mengenang Hijrah Rasulullah saw

Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai'atul Aqabah, dimana terjadi bai'at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah.

Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau.


Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, ketika akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya.

Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa, masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Sayyiduna Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat.
Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam.
Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo dikomentari.. :D